daftar menu atau apalah

Kamis, 21 Januari 2010

kembang kakek

Disuatu ketika, di negeri tua, berabad2 lamanya, millennium belum ada artinya, hiduplah seorang kakek jompo dan kembang perawan. Mereka tinggal di sekitar ibu2. Ibu2 pertiwi namanya. Mereka berdua hidup belum tentu bahagia. Mengapa demikian? Nanti saya ceritakan.

Sang kakek jompo ingin sekali meminang cucu, tapi jangankan anak untuk melahirkan cucu, istri untuk melahirkan anak yang kemudian diperuntukkan melahirkan cucu pun tak ada. Bingung pun dia mengadu kepada kembang perawan. Inilah salahlah dia. Mengadu kepada mahkluk, bukan pada ilahi.

Hai kau kembang perawan, mengapa kau tak bertanya aku sedang bingung, kau diam termangu saja seakan aku lalat buah? Begitu Tanya sang kakek. Oh kakek oh kakek oh kakek, begitu diulang sang kembang perawan 3 kali berturut, kalau sebut tuhan 33 kali berturut. Aku bukannya diam, karena diam nya wanita berarti iya, sedangkan kau belum bertanya sedikitpun, sejumputpun, bagaimana ku mengiyakan. Ceritakanlah wahai kakek, jangan dipendam, jangan dipadam..

Kau memang pelita. Sudikah kau dengarkan curahan sedihku?
Oh kakek, jangan lah kau bersedih, sedih mu disini lara di sisi ku. Jangan kau berkeluh kesah akan beban sedikit, sedangkan yang banyak belum diberi. Kalaupun berkenan, mari bagi saya yang sedikit itu.

Oh kembang, jangan sebutlah mawar, aku ini tak rela, bumi sudah berotasi berapa kalipun, matahari telah memutari bumi ini berapa kalipun, tak jua aku mendapatkan apa itu namanya indahnya cinta, hablu minannas, separuh agama itu belum ada.
Namun kau dapatkan aku disini. Seorang renta disini. Mata yang tak lagi menyala. Lidah yang tak bisa seenaknya lagi berkata “sanggup” sembarangan, dan pikiran yang telah tumpul. Bagaimana kumampu menarik hati mereka. Mereka yang tiga miliar dua puluh satu. Takkan sudi mereka menggubris tangannya padaku, apalagi untuk sekedar bertoleh muka.

Dan diapun tersenyum. Sungguh mukanya teduh, sungguh nikmat, senikmat kopi susu indomie telur kantin pagi hari, senikmat tidur siang di waktu hujan, senikmat bau indomie disaat kere’..hmmm..
Kau salah puan. Yang ku dapat disini memang seorang renta. Tapi mata telaga yang tenang, lidah yang bertutur baik, dan pikiran yang bajik. Sayang aku tak mampu berbuat lebih.

Tanpa disangka sang kakek berkata
Oke klo begitu, malas saya putar2 panjang lebar, prosa marathon, dan bermanis2 mulut. To do point saja wahai kembang.. aku sudah lama menginginkan anak untuk cucuku dari mu. Sudikah kau kiranya menjalin kasih denganku? Menjalankan bakti bersamamu, itulah pencapaian terbesarku mungkin

Bagaikan lompat macan 10x berturut2… membuat berdegup kencang si hati kembang. Bukan karena keget telah dilamar sang kakek, tapi memang bawaan lahir. Penyakit kelainan jantung namanya.

Dengan tenang, si perempuan menjawab. Kakek, bukannya saya menolak atas lamaran kakek yang tulus, melainkan saya merasa tak memadai mendampingimu, masih banyak wanita yang lebih baik dari saya.

Oh, that’s okay kembang. Apalah arti canda tanpa ada tawa. Apalah arti cinta tanpa ada senyawa.. dan senyawa itu pun kutemukan pada kau. Tak ada lain dan tak kurang.
Dengan tenang, si perempuan menjawab. Kakek, bukannya saya menolak atas lamaran kakek yang tulus, melainkan saya takut memberatkan kakek, saya yang punya penyakit ini, tidakkan lah berumur panjang, bagaimana kakek nanti bila saya tinggalkan, tentu larut kembali dalam sedih. Dan saya tak mau berniat terjadi seperti itu.
Jangan khawatir kembang. Apa yang kau khawatirkan sungguh malah membuatku lega. Seperti yang kau lihat aku ini sudah tua. Raga yang ada hanya barang sebentar. Kalaupun kau tiada, aku tinggal tahan napas semenit. Dan kita pun sudah di alam sama.. bagaimana? Bagaimana? Tak ada aral lg yang mengganjal??hahahaha….

Dan sang kembang pun tersenyum kecut, memaki dalam hati…..damn…..
Baiklah kakek tua, kalaupun begitu, apabila takdir membawa kita ke pelaminan, sudikah kau berkenan pada satu syaratku?
Sungguh, aku ingin kau menjadi halalku,,,, kusanggupi apa maumu…
Tak banyak aku meminta wahai kakek, yang ingin ku darimu adalah… sebuah candi dari susunan botol literan aqua… dalam waktu 23 jam.

Bagaikan lompat macan kumbang 10x berturut2… membuat berdegup kencang si hati kakek. Bukan karena penyakit kelainan jantung, melainkan kaget beneran.

Tapi dengan segenap kekuatan dan keberanian dia berkata…
Yes I do…

Tapi aku bertanya, mengapa harus aqua?
Sebab 1 liter aqua kita adalah 10 liter air bersih di kupang dan sekitarnya, dan itu janji perusahaan..
Lalu mengapa waktunya 23 jam mengapa tidak tanggung sehari semalam?
Soalnya ini bukan cerita gunung tangkuban perahu kek…
Baik, ini yang terakhir… mengapa harus candi? Saya lihat saja belum pernah? Kalau mesjid sering..
Ya…. biar susah saja, sudah kakek kerjakan, biar tak ada waktu yang terbuang.


***
Dan dimulailah pekerjaan kakek. Sungguh hari itu kita menyaksikan bukan seperti seorang kakek berumur lanjut, semangatnya mengantar nya kembali ke era keemasannya. Dengan semangat ia mencari ribuan liter aqua. Sungguh hari itu adalah rezeki besar bagi segenap penjuru pedagang aqua literan. Menyebabkan kelangkaan aqua.. hingga terjadi inflasi. Hingga penjual tripanca, vit, dan grand ikut mendapatkan imbasnya. Oh, indahnya pergolakan ekonomi.

Lalu mulailah ia membangun candi aqua. Sungguh ia sudah tau apa yang akan ia kerjakan. Sudah ia lihat di internet. Sungguh kemajuan teknologi kembali menjadi berkah. Tak lupa banyak2 bersyukur kepada tuhan karena adanya internet.
Lalu ia mulai bangun pondasi, berundak2.. semangat… ya begitu semangat sekali.. berapi2…

Setengah jam kemudian, ia terkapar, kecapekan. Antiklimaks.
“Aduh, celakalah saya, bagaimana ini, secuil pun belum ada hasil, sebukit beban masih di punggung. Tamatlah saya.. tamatlah saya..”
Lalu di belakangnya, ada yang tergeletak, senampan pisang rebus dan jahe hangat. Dan sepucuk pesan tertulis… cayoooo!!!..
Bah, apa pula arti tulisan ini.. dalam hati kakek, tapi lumayan, untuk penghangat perut, lalu sang kakek memulai kembali pekerjaannya. Kembali bekerja, berundak2,.. semangat… ya begitu semangat sekali... berapi2..


***
Singkat cerita karena saya malas cerita, pekerjaan yang ada tinggal setengah pekerjaan, ya.. masih banyak memang.. padahal waktu yang ada tinggal sedikit.. oh sedikit..
Mulai keraguan menyerang hati

Ketika sudah sampai pada tahap yang paling genting. Pondasi bawah candi mulai bergetar keras, tak disangka, dalam hitungan detik pondasi itu roboh, hampir sepertiga bangunan amblas.. menyisakan nganga yang begitu besar.
Sang kakek hanya bisa tersenyum getir..
“Habis sudah.. habis sudah..”

Begitu sedih,begitu lirih, begitu terlalu didarmatisirkan.

Sedang di sudut lainnya sang kembang tersenyum simpul, sambil memanggul 2,3 buah aqua mantan milik sang kakek.. merasa sang kakek tak tahu apa yang terjadi, pun sebaliknya
Menatap disudut sana.. melihat kembali ke tanah, tampat kakinya berpijak.
sang kakek mulai mengeluh resah, mengadu, dan berlirik…


‘’….Ku tak melihat kau membawa terang…. yang kau janjikan
Kau bawa bara berserak di halaman…
hingga kekeringan…
Ku tak melihat kau membawa tenang yang kau janjikan
Kau bawa debu.. bertebar di beranda ber air mata..
Oh dimana terang yang kau janjikan,
aku kesepian,,,

Dimana tenang yang kau janjikan,
aku kesepian….”

Sang kakek menuturkan, sang kholik mendengar, sang kembang mendengar.
Kakek pun pergi kesudut dusun, mencari sisa hingar bingar, tempat ia biasa berkumpul dengan sejawatnya, konglomorasi jelata, tempat biasa status nya ditertawakan, canda membawa luka.
Tak peduli sisa kesempatan yang ada. Pada saatnya nanti tak bisa menyesali, siapa yang kalah, tak ada yang peduli.

***
Akhir.
Pagi hari. Kepala berat, langkah gontai, sang kakek beranjak dari tempat duduknya. Sepulang bersama temannya, ia tak kembali ke semestinya. Terduduk diam dibawah pohon beringin. Kini sudah pagi, toh tak ada salahnya melihat terakhir candi itu. Rasa penasaran mengalahkan lelah yang ada. Bergegas ia pergi. Semoga tak bertemu dengan kembang, pekik dalam hati.

Sewaktu berjalan,itu macam2 khayalan menghampiri. Ketika sesampainya, sang kembang menyambutnya, memaafkannya, memberi kesempatan kembali, memberikan addendum kedua.. menyambutnya dengan tawa dan optimis yang melimpah,,hehe,, non sense.. pikir dalam hati

Sesampai disana ternyata tak ada senyum, yang ada realitas. Onggokan aqua, kalau bukan disebut candi setengah jadi. Tetap mengangga. Sungguh tidak ada aura indahnya.
Hahaha. Tertawa dalam hati. Telah berbuat apa saya, pikirnya.

Dan ada yang menepuknya dari belakang. Memberikan 2,3 aqua. Terheran apa maksud semua ini..
“sudah cepat kakek kerjakan, sebelum waktunya habis…”
“apa maksudnya ini? Sudahlah berhenti mengolok saya…”
“saya tak bermaksud mengolok kakek,”
“lalu ini?”
“kan saya memberi waktu 23 jam. Maksud saya 23 jam akhirat, bukan 23 jam bumi… toh sehari akhirat tak bisa dibandingkan dengan lamanya waktunya bumi…”

Sang kakek terbengong… sang pembaca terbengong… sang penulis ngantuk.

“hehehe.. apa jua ini.. apa jua.. non sense… non sense…” sang kakek menyambut 2,3 aqua literan dari sang gadis, betapa hatinya yang lelah menyisa perih.. pulih sudah..
Tetes keringat mengalir, tak dipedulikan,, kembali ia bekerja… esok hari harus berdiri tegak, bukti niat sungguh,,,



-bersambung millennium selanjutnya-


Aku cinta dramatisir… dramatisir…